Mencari

Minggu, 25 Juli 2010

Ya Allah, Berilah cahaya di Usiaku


Yaa Hayy, Yaa Rahman, Yaa Rahim

Yaa Alllah yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Terimakasih atas usia yang telah Engkau berikan kepadaku

Juga atas kedamaian hati sebelum matahari terbit


Yaa Khabiir, Yaa Malik, Yaa Aakhir

Yaa Muhaimin, Ya Ghaffaar

Diusiaku ini pula bantulah aku

Untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan burukku

Kekotoran hatiku, dosa-dosaku

Dan mensucikan lahir dan batinku


Yaa Rahman

Jagalah diri dan keluargaku atas sifat buruk dan lalai

Yaa Naafi’, Ya Mutakabbir, Yaa Khaaliq

Karuniakan kepada kami anak-anak yang saleh

Yang penuh kemuliaan dan keagungan

Yang menerangi hati dan wajah mereka


Yaa Ghafuur, Yaa Baaqi, Ya Wakiil,

Ya Lathiif, Ya Mughni, Yaa Ghaniyy,

Yaa Maalikul mulk, Yaa Wahhaab, Yaa Raafi

Yaa Baasith, Yaa Razzaaq, Yaa ’Aziiz

Yaa Shamad, Yaa Qahhaar

Berilah keberkahan pada kekayaan

Dan kesejahteraan pada keturunanku

Sehingga semuanya itu membuatku lebih mandiri

Keyakinanku dalam menjemput rezeki

Rezeki yang banyak dengan cara yang tak terduga

Tidak berhajat kepada makhluk

Dan hilangkanlah rasa cinta berlebihan kepada dunia


Yaa Shamad

Tampakkanlah bekas-bekas kebenaran dalam diriku

Dan ketegugan dalam menjalankan syariatmu


Ya Fattaah, Yaa Muqtadir

Mudahkanlah urusan dan keperluanku

Dan kecukupan untuk keluarga besarku


Yaa Awwal, Yaa Samii, Yaa Hakiim

Hanya kepada-Mu aku berharap rahmat-Mu, cahaya-Mu

Di luangku, di usiaku, di keberadaanku, di hidupku


Yaa Wahhaab, hanya kepada-Mu aku bersujud

Dan hanya kepada-Mu aku kembali…

I always keep your spirit on my heart….


Ya… aku akan menjaga semangat itu dalam hati ku. Karena engkau adalah energi dalam jiwa ku… tak akan pernah lekang oleh waktu. Setiap detik dan waktu aku selalu merindu mu.. Dan setiap detik perubahan dalam diri ku selalu ku ingat engkau Ayah ku…. Dan ingin rasanya hati ini bercerita tentang semua cerita indah dan bahagia dalam setiap waktu yang kulalui kini tanpa hadir mu…. Ada banyak hal yang terjadi setelah kepergianmu… dan InsyaAllah ada banyak cita-cita yang dulu engkau titipkan untuk ku, kini telah sedikit demi sedikit terwujud. Dan ada banyak perubahan yang terjadi kini Ayah ku… ingin rasanya ku bercerita ini semua padamu… mengenai banyak perubahaan itu… dan aku ingin melihatmu tersenyum saat aku bercerita tentang aku, ibu dan adik-adik… setelah kepergianmu ada banyak hal yang dulu mungkin tak kita sangka akan terjadi seperti saat ini… dan ini adalah satu hal yang sangat mengharukan buat kita Ayah… semua sudah berubah… kita sudah mengalami perubahan besar Ayah… sejak waktu dulu engkau tinggalkan. Dan InsyaAllah ini adalah perubahan yang baik. Tapi masalahnya aku selalu saja meneteskan air mata ini jika mengingatmu… kini aku pun sedang menangis karena menuliskan ini… aku memang sangat cengeng…Ayah… tapi kuharap ini bukanlah sebuah penyesalan karena ditinggal oleh mu tapi ini adalah sebuah kerinduan yang teramat sangat untuk mu dari anak sulung mu tersayang….

Ayah… aku akan simpan semangat ini dalam hati ku… dan aku selalu berdoa agar kita dapat berkumpul lagi di surga nanti….

Kini biarlah rasa rindu ini aku simpan dalam hati ku yang terdalam. Tapi biarkan air mata ini menjadi pelipur lara ku.. Aku yakin engkau melihat aku di sini dengan senyum bijaksanamu.. Dan aku akan berusaha tegar di depan mereka semua karena aku telah menyimpan kasih sayang mu sebagai sebuah energi untuk langkah-langkah ini.. dan aku akan senantiasa memohon pada Allah untuk memberikan cahaya terang dalam kubur mu dan kelapangan tempatmu saat ini…aaammmiiinnn….

Untuk Sukses Jadilah Pemberani


Manusia tercipta, untuk berjuang dan menentukan tujuan hidupnya sendiri. Allah membekali manusia dengan akal dan pikiran sangat berbeda dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. Karena itu dalam hidup manusia harus punya tekad dan visi hidup, jika ia ingin berhasil. Strategi dan rencana harus dia buat untuk menapaki setiap waktu dalam dunia ini. Dalam Al Qur’an surat Ar Rad ayat 11 dikatakan “Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, melainkan dirinya sendiri”. Jadi jelaslah makna yang tersirat dari ayat tersebut, bahwa Allah menghendaki kita sebagai ciptaanNya untuk berjuang dan berusaha dalam hidup. Dalam langkah-langkah juang itu kita harus memiliki sikap berani dan optimis. Berani dalam segala hal untuk meraih tujuan dari kesuksesan itu sendiri. Berani untuk bercita-cita dan bermimpi, berani untuk maju, berani untuk melangkahkan kaki, berani untuk bertarung dengan kejamnya dunia ini, berani bekerja keras, berani bersaing dengan para kompetiter kehidupan, berani menghadapi gejolak kehidupan, berani bertanggungjawab minimal terhadap diri sendiri. Mengiringi sikap berani adalah rasa motivasi dan optimis serta ilmu. Mereka yang berani tentu tidak hanya sekedar berani tapi mereka juga memiliki skill yang akan mengimbangi keberanian itu, jadi sikap berani akan dapat dipertanggungjawabkan.

Orang-orang yang berani juga akan mempedulikan kritikan dari sekitarnya, karena kritikan itu adalah bumbu untuk kesuksesan. Mereka tidak akan merasa terhina atau kesal dengan kritikan bahkan mereka akan selalu mencari kritikan yang akan semakin membuat mereka berkembang dan tumbuh. Itulah mereka orang-orang yang memiliki keberanian untuk sukses.

Lain halnya dengan orang-orang yang pengecut, mereka sama sekali tidak memiliki mimpi dan tujuan hidup. Mereka hanya akan terbang mengikuti arah angin, pasrah pada keadaan, pikiran mereka sempit, obsesi hidupnya sakit, hanya ada kata pesimis dalam hidup dan rasa takut plus kekhawatiran yang tak berlandaskan apapun. Bahkan untuk melangkah pun mereka punya segudang alasan yang akhirnya memperlambat gerak laju mereka atau mungkin tidak bergerak sama sekali karena mereka terkunci dengan rasa takut akan kegagalan sehingga tak ada sedikit pun niat untuk menjadi baik dan sukses. Itulah mereka-mereka yang tidak bisa memaknai hidup ini dengan sesuatu yang bernilai karena rasa optimisme mereka telah mati.

Kesuksesan bukanlah suatu hal yang instan diperoleh. Kesuksesan berawal dari mimpi-mimpi dan khayalan. Kesuksesan adalah hak bagi mereka yang optimis dan berilmu. Kesuksesan adalah hasil kerja keras. Kesuksesan adalah mereka yang berani berjuang dan berkorban. Kesuksesan adalah output yang mereka peroleh dari inputan orang-orang di sekelilingnya. Kesuksesan adalah ketekunan dan keikhlasan. Kesuksesan adalah sesuatu yang harus diwujudkan dengan tekad, motivasi, dan keberanian.

Orang-orang yang memiliki sikap-sikap tersebut adalah yang mereka yang selalu berharap berumur panjang karena dengan begitu mereka akan mengoptimalkan perjuangan mereka untuk menjadi berguna dan bermanfaat buat lingkungan dan orang lain. Cayooo… Semangat !!! Karena Sukses adalah hasil dari Keberanian.

Tetaplah mnjdi sahabatku


Aku memilihmu untuk jadi sahabatku karena aku tau kamu pantas mendapat gelar itu sebagai sahabatku. Aku selalu ada untuk mu karena aku tau kamu adalah sahabatku. Aku akan wujudkan impianku untuk menjadi kebanggaan mu. Aku akan selalu memilihmu menjadi pemeran utama dalam setiap skenario perjalanan hidupku. Karena aku tau kamu adalah teman terbaik yang pernah dan akan selau menjadi yang terbaik sampai akhir perjalanan hidupku. Tetaplah jadi sahabatku. Karena aku akan selalu membutuhkanmu menjadi teman dalam setiap hal terindah dalam kisah ku.

Sahabat akan selalu ada ketika sahabatnya membutuhkan, sahabat akan menangis ketika sahabatnya terluka dan sahabat akan ikut tersenyum jika sahabatnya pun tertawa bahagia. Aku pun ingin hadir ku bisa menjadi teman terbaik dalam perjalanan indah hidupmu. Meskipun aku tak akan sebaik dirimu menjadi sahabatku.

Aku yang selalu tertatih dan aku yang tak setegar dirimu. Tapi tetaplah jadi sahabatku. Karena hadirmu akan membawa banyak inspirasi perjalanan juangku. Tiap langkah yang terukir aku ingin ada nama mu terhias indah dalam prasasti waktu. Tiap cerita yang terangkai oleh kata aku pun ingin ada nama mu tergores cantik dengan pena bertinta emas di sana. Tiap bait yang terlantun dalam nada lagu aku ingin nama mu pun terdendang merdu hingga semua orang tau bahwa kamu adalah sahabat terbaik dalam hidupku. Dan akan ku ukir nama mu dengan awan putih di langit nan biru agar mereka pun tau kamu adalah teman terbaik ku. Tetaplah jadi sahabatku. Untuk kini dan nanti. Tetaplah jadi sahabatku untuk kembali tegarkan aku.
Tetaplah jadi sahabatku. Untuk esok hingga akhir waktu……..

Perpisahan antara ku dengan mu


Ku ucap syukur atas pertemuan yang telah terjadi dan terjalin dalam kasih sayang dan cintaNya..... Namun kini waktu dan ruang yang harus dilalui dengan terpisahnya tatap muka tapi kuyakin hati-hati ini kan bertambah erat dengan rindu dalam dekap doa padaNya. Kita tanamkan keikhlasan dan kesabaran dalam hati, dan kan kuucap doa dalam tangis malam-malam kita agar senantiasa diberi kekuatan dan ketabahan atas perpisahan ini. Tapi ingatlah bahwa hanya waktu dan ruang yang memisahkan kita bukan rasa dan cinta kita.

Karena pertemuan ini telah menjadi satu titik temu kita menjalin ukhwah ini. Dan perpisahan ini bukan sebuah hal yang harus ditangisi, meski perpisahan harus terjadi tapi kita akan tetap bersama dalam hari-hari kita karena hati ini telah tertaut dalam rabithoh harian kita.

Kepiluan hati ini hanya sementara, karena kita bukan orang-orang yang harus menangis hanya karena terpisahnya waktu. Dan aku sangat yakin kamu adalah yang terbaik sebagai saudariku. Kamu adalah mujahid tangguh, yang selalu sabar dan ikhlas, kuat dalam setiap aral rintangan karena kamu telah memiliki sebuah energi cinta dan kasih sayangNya.

Manis dan pahit perjuangan ini telah menjadi kenangan terindah dalam langkah-langkah kita dan akan tetap istiqomah dalam aturanNya. Teruskan perjuangan ini dengan penuh semangat dan optimis. Allah akan beserta kita dalam keberkahan dan RidhoNya..... ^_^ peluk cium serta cinta dan kasih sayang dalam cahaya RidhoNya....

Belajar dari Ali dan Fatimah


Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang,
namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut
agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita
Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta


Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut
disekitar kita saat ini
Walaupun bukan tidak ada..
barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan

Tapi,
kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh
Kekurangan teladan?
Mungkin..

Dan inilah fragmen dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah
tentang membingkai perasaan dan
Bertanggung jawab akan perasaan tersebut

“Bukan janj-janji”

(mentang-mentang deket Pemilu..)


Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah

chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,
mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali,
namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..
Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..
Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak.
Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur,
datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,
seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,
seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,
sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?
Dan lebih dari itu,
’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.
Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.
Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.
”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.
Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.
Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.
Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang.
Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,
“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.
Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,

dalam suatu riwayat dikisahkan

bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)

Fathimah berkata kepada ‘Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini,

bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an

Kisah ini disampaikan

agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah

bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi

dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

Artikel ini aku ambil dari blog teman... http://aisyahkecil.wordpress.com

moga bisa diambil pelajaran dari artikel ini :-)

Izinkan ku menjadi Bidadarimu di dunia


Telah terikrarkan janji setia sepanjang masa untuk berjuang bersama raih keRidhoan, dan keBerkahan Allah demi sebuah keluarga sakinah, mawadah warohmah.

Telah menanti sebuah kapal dengan seorang yang kini kupercaya dapat membawa kepada sebuah ujung yang indah penuh Cinta Kasih Sayang Illahi, dia yang dulu belum pernah kukenal dan tak kutau karakter dan sifatnya tapi dengan keIstiqomahan dan keIkhlasan di hati, ku niatkan dan kupercaya padanya juga yang terpenting adalah kuYakin Allah telah hadirkan dia sebagai seorang yang terbaik pilihanNya untuk mengarungi bahtera samudra kehidupan penuh misteri masa depan. Inilah setengah Din yang telah dijanjikan Allah untukku, di sinilah pertemuan itu dimulai dan penantian itu bermuara. Bersamanya kuRidho, bersamanya kupercaya, kini dialah Qawwam ku yang dikirim Allah, dan akan kutaati semua ucapannya demi Cintaku Pada Illahi. Karena kini surgaku ada di bawah telapak kakinya dengan keRidhoannya. Akan kuberikan Kasih Sayangku untuknya demi kuraih Cinta Sang Kekasih Tertinggi.

Ingin kubahagiakan dia dan kulayani segala kebutuhannya dengan sebuah keikhlasan dan tanggungjawabku kini sebagai teman hidupnya juga sebagai penguat perjuangannya. Oh, sayangku… izinkan kini kukecup punggung tanganmu tuk mencari keRidhoan Tuhanku. Izinkan ku melayanimu layaknya seorang Pangeran. Biarkan ku raih lenganmu untukku jadikan pegangan ketika berjalan beriringan. Biarkan ku berdiri di belakangmu untuk menjadi makmummu ketika kita bersama rukuk dan sujud dihadapan Sang Pencipta. Kini akulah pelayanmu yang setia di tiap detik waktumu. Dan izinkan aku menjadi bidadarimu di dunia ini.

Mujahidah sejati cinta iLLahi..


Tiap langkah dilalui dengan penuh semangat dan sebuah senyum ketulusan. Derai air mata hanya untuk mencari keRidhoan Illahi Rabbi. Deru dan debu yang menerpa wajah cantiknya kian menambah kecantikan hatinya yang senantiasa terbalut dengan untaian-untaian dzikir dan lantunan taujih Rabbani. Tatap matanya yang selalu memiliki sebuah harapan dan keyakinan bahwa janji Allah adalah pasti. Kian menambah cantiknya jiwa-jiwa sejati yang mempersembahkan seluruh jiwa dan raga hanya untuk sebuah manis cinta Sang Kekasih. Dengan penuh keyakinan pasti, dan aura jiwa optimis serta sebuah ketegaran hati demi meraih sebuah Cinta Illahi.

Ketajaman mata hatinya, semakin membuatnya hadir sebagai seorang mujahidah pilihan Illahi. Dialah mujahidah sejati yang mempersembahkan hatinya untuk mencintai Sang Pemilik Cinta. Hatinya selalu dijaga dari hal-hal yang hanya akan mengotori perjalanan juang hidupnya. Karena ia yakin bahwa kini hanya ada saat-saat untuk berjuang demi sebuah keabadian yang indah dengan mempersembahkan jiwa untuk raih Kecintaan Sejati Sang Pemilik hati.

Sedikit pun dari waktu yang terlalui dengan desah nafas yang ia hembuskan tak ingin terlewat begitu saja dari keBerkahan dan Ridho Allah. Kasih dan Sayang Allah adalah sumber kekuatannya saat ini, untuk itu hanya dengan mempersembahkan karya-karya demi menjujung tinggi panji-panji Illahi. Inilah mujahidah sejati yang cinta Illahi……

Satu kata


Satu kata dengan berjuta makna…

Satu kata dengan berjuta rasa…

Satu kata yang tak kan bisa terdefinisikan secara teori

Satu kata yang bisa diartikan dengan kalimat..

Satu kata yang hanya mampu diekspresikan dengan laku..

Satu kata yang hanya bisa dirasa oleh hati…

Satu kata yang bisa dinikmati oleh hati yang suci…

Satu kata yang akan membawa pada bahagia…

CINTA…

Ya kata yang hanya terdiri dari 5 huruf dengan berjuta makna…

Ketika sudah terucap akan membawa banyak cerita..

Ketika sudah tertancap dalam dada akan membawa asa..

Ketika sudah terurai dengan senyum akan membawa mimpi…

Ketika sudah terkomitmen kan menjadi sebuah tanggungjawab

Ketika telah terangkai dengan ketulusan akan membawa keberkahan…

Ketika telah menyatu dalam keikhlasan akan menjadi keridhoan…

CINTA….

Kata yang bisa berawal dari sebuah nikmat..

Kata yang akan menjadi ladang amal..

Kata yang bisa menjadi sebuah penyemangat…

Kata yang memiliki energi jiwa tak tergantikan…

Karena itu cari makna kata itu dalam sebuah kesejatian CINTA…

Sebuah ketulusan CINTA..

Sebuah keridhoan CINTA..

Yang tak pernah menuntut, yang tak pernah memaksa, yang tak pernah lelah..

Dewasankan diri dengan CINTA, dewasakan CINTA dengan makna…

Satu makna kesejatian CINTA hanya Pada Sang Pemilik CINTA…

ALLAH AZZA WA JALLA….

Sajadah Rinduku


Tiap butir airmata yang mengalir lembut membasahi sajadahku, tiap kali pula kubisikan doa padaMu. Tetes demi tetes butiran itu kini benar-benar basah dengan kekagumanku padaMu. Takdir waktu yang telah Kau tetapkan untukku, telah membawa jiwaku melanglang dalam pengembaraan jati diri dengan memaknai semua peristiwa yang Kau beri. Dan aku menangis dalam sajadah Rinduku padaMu.. dengan rasa takut akan murkaMu karena kealphaan jiwaku. Akankah pantas diri ini bertemu denganMu…

Tiap sujud panjang ku menangis, meratapi dan menyesali khilaf ku… akankah Kau terima sujud maafku.. dengan pengampunan yang Kau beri, masih pantaskah ku mengiba padaMu…HambaMu dengan segudang salah dan dosa, akankah para Malaikat pun mendoa untukku… memohonkan pengampunan ku dalam taubat jiwaku padaMu…

Wahai Dzat … pemilik jagat ini.. kumenangis dalam rinduku… tiap rintangan yang Kau beri semakin membawaku memahami Kuasamu… Betapa kerdilnya aku dihadapanMu, betapa nistanya aku sebagai hambaMu… Betapa dustanya aku dengan nikmatMu… Padahal Kau tak pernah menghitung tiap butir KaruniMu dan membandingkan tiap jengkal ucap syukurku padaMu…

Wahai Dzat … yang berKuasa atas diriku,, kapan pun Kau mau jiwa ini dapat terbang kembali padaMu.. dan tak akan menyisakan ruang waktu untukku mengulang kembali peristiwa lalu. Namun inilah kebesaranMu, masih memberiku banyak Cinta dan Kasih SayangMu, memberiku waktu memperbaiki salahku dan memaknai kembali tiap detik yang terlewati tanpa arti…

Kini ku menangis lagi dalam sajadah rinduku padaMu… memohon kembali CintaMu. Meminta kembali kemurahanMu dalam segala ketidak sempurnaan ku dengan kerdilnya jiwaku dihadapanMu….

Dalam tangis air mata taubatku…terimalah pengakuan lisan yang senantiasa penuh alpha ini, dalam jejak-jejak kesalahanku PadaMu, hamba mohon petunjukMu…untuk menjadi bekal dalam jiwaku yang baru….

Pangeranku...

Bagaimana kabarmu hari ini..??
Mudah-mudahan kau baik-baik saja..
Akupun disini Alhamdulillah baik-baik saja

Pangeranku...

entah kenapa hati ini tidak sabar menunggu saat itu
Saat dimana Allah mempertemukan kita
Saat Dimana kebahagiaan itu akan menyatukan kita
Saat dimana kita berjuang bersama dalam gerakan dakwah ini
Membangun generasi-generasi yang shaleh dan shalehah
Yang siap membangkitkan islam kembali ke masa kejayaannya

Pangeranku...
Sebenarnya aku sangat malu
Malu bila diri ini tidak sebanding denganmu
Malu bila diri ini tidak bisa mengimbangi keshalehanmu
Tidak bisa menjadi pendamping yang seperti yang kau impikan dari dulu

Aku malu pangeranku...
Tapi aku berjanji
Aku akan berusaha memperbaiki diri
Aku harus bisa menjaga diri
Agar kelak nanti
Aku bisa menjadi seseorang yang bisa kau banggakan
Seseorang yang bisa membuatmu bahagia dan senang
Seseorang yang sesuai dengan yang kau impikan

Pangeranku...
Akan aku jaga hati ini untuk tetap suci
Agar kelak hanya namamu saja lah yang pernah singgah di hatiku
Tidak akan aku buai hati ini dengan nama orang lain
Tidak akan aku biarkan namamu menjadi nama ke 100 yang singgah di hati ini
Aku akan berusaha untuk tetap mensucikan hati ini dari orang-orang yang belum halal bagiku

Pangeranku...
Aku akan menjaga pandangan ini
Aku berjanji akan menundukkan pandanganku mulai saat ini
Agar hanya kamulah yang akan aku pandang dengan segenap jiwaku
Agar hanya dirimulah yang akan aku pandang dengan cinta yang menggebu
Tidak akan aku biarkan laki-laki lain menikmati pandanganku ini
Karena hanya kau yang berhak pangeranku
Aku tidak mau pandangan cintaku ini menjadi tidak berarti di matamu
Karena telah sering aku berikan pada orang lain

Pangeranku...
Tidak akan aku biarkan orang lain menerima surat cinta dariku
Ataupun kata-kata cinta dariku
Karena hanya dirimulah yang akan aku berikan kata-kata itu
Aku tidak mau kata-kata itu menjadi tidak berarti pula bagimu
Karena sering aku obral kata-kata itu pada orang-orang lain


Pangeranku...
Aku berjanji, hanya kaulah yang akan melihat mahkotaku
Mahkota yang senantiasa aku jaga dan aku tutup dengan jilbabku
Aku tidak mau mahkota ini dilihat orang lain
Mahkota yang senantiasa aku rawat agar menjadi indah kelak dimatamu

Aku janji pangeranku...
Aku tidak akan membiarkan orang lain menikmatinya
Aku ingin kau bangga padaku karena aku bisa menjaganya untukmu
Aku tidak peduli kalau terkadang rasa panas ini menggangguku
Karena aku yakin, rasa cintaku padamu dan rasa cintaku pada Yang Maha Pencipta
Akan mengalahkan semua itu
Karena kebahagiaanmu dan keRidhoan Allah lebih berarti bagiku

Pangeranku...
Mulai saat ini aku juga berjanji padamu
Aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuh tubuhku
Aku sadar, bahwa diriku ini terlalu mahal untuk di obral
Aku sadar, diri ini terlalu mulia
untuk disentuh oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab
Aku akan menjaga tubuhku ini agar berharga di matamu
Agar hanya dirimulah yang kelak akan menyentuhnya
Aku menyadari, kau pasti akan sedih
Kalau tubuhku ini sudah banyak dinikmati orang lain
Tapi jangan khawatir pangeranku
Aku senantisanya menjaganya dari dulu
Karena semua ini hanya akan kuberikan padamu

Pangeranku...
Aku janji akan banyak belajar
Belajar untuk lebih shaleh, lebih taat dan lebih pintar
Belajar menjadi wanita yang terhormat dan terjaga kesuciannya
Aku nggak mau kamu kecewa kelak ketika melihatku
Aku akan memperbaiki akhlakku agar kelak seimbang dengan keshalehanmu
Aku akan perbanyak amalku
Aku tidak mau kelak berpisah denganmu di akhirat
Karena amalku yang sedikit, tidak seimbang dengan amalanmu yang berlimpah
Aku ingin menikmati setiap malam-malam yang mulia itu bersamamu
Bersamamu menemui Allah Yang Maha Pencipta
Bersyukur atas nikmat yang tidak pernah berhenti dilimpahkanNya pada kita

Percayalah Pangeranku...
Aku akan mempelajari semuanya...

Karena aku yakin...
Bila aku ingin memiliki pangeran yang sehebat dan seshaleh dirimu
Aku pun harus menjadi orang seperti itu
Karena Allah telah berjanji
Bahwa Perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik

Tunggulah aku Pangeranku
Aku yakin bisa mengimbangimu

Tunggu aku pangeranku
Aku akan membantumu dalam perjuangan ini
Perjuangan seorang mukmin sejati

Karena aku pun memerlukan bantuanmu untuk mendampingiku
Kita akan berjuang bersama pangeranku
Karena di jalan inilah kita dipersatukan
Di Jalan Dakwah yang mulia…

Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an, bahwa perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik.. bagaimana kita mau mendapatkan pendamping seperti Nabi Muhammad,kalau kita nggak bisa seperti khadijah, bagaimana mungkin kita mengharap ali, kalau kita nggak bisa seperti fatimah…

Sudah seperti apakah kita..?? sudah selayak apakah kita untuk mendapatkan seorang pribadi sekaliber Ali, Usman , Umar , Abu bakar, apalagi seorang pribadi Mulia seperti Rasulullah Shalallahualaihi wassalam…??

Pangeranku…

Izinkan aku tuk mendampingimu menggapai ridho-Nya…

Dariku, Calon Bidadarimu…

Jumat, 23 Juli 2010

Tali silaturahmi


Menurut Rasulullah, Allah SWT akan melapangkan rezeki orang yang suka menyambung tali silaturahmi. Allah juga akan memanjangkan umur kepadanya

Muhammad Baqir ra pernah mendapat wasiat dari ayahnya (Imam Zainul Abidin, ra). Ia (kata Baqir) telah berwasiat kepadaku, “Janganlah duduk bersama lima jenis manusia. Jangan berbicara kepada mereka, bahkan jangan berjalan bersama mereka, meskipun tidak disengaja.

Pertama, Orang Fasik. Karena ia akan menjualmu hanya untuk sesuap makanan.

Kedua, Orang Bakhil. Karena ia akan memutuskan hubungan di saat kita kita memerlukan.

Ketiga, Pembohong. Karena ia akan menipumu. Karena ia akan senantiasa menipumu.

Keempat, Orang Bodoh. Karena ia berkeinginan memberikan manfaat bagimu, namun karena kebodohannya, ia jutru merugikanmu.

Kelima, Orang yang memutuskan tali silaturahmi. Karenanya, janganlah berdekatan dengannya.

***

Memutus tali silaturahmi adalah sesuatu yang dilarang oleh agama Islam. Dalam Q.S an-Nisa’: 1, Allah berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.”

Dalam kitab Ahkam al-Qur’an-nya, Ibnu al-Arabi menafsirkan ayat ini dengan: “Takutlah kepada Allah untuk berdosa kepada-Nya dan takutlah untuk memutus tali silaturahmi”.

Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami.” Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Dan dalam waktu yang tidak lama, ia kemudian duduk kembali.

Rasulullah bertanya kepadanya,”Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, “Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, “Untuk apa kamu dating, tidak seperti biasanya kamu dating kemari.” Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini).

Lalu Rasulullah bersabda, “Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi.”

Rasulullah pernah bersabda,”Tidak ada satu kebaikanpun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahmi, dan tidak aka satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahmi.”

Dalam sebuah riwayat lain, dari Anas r.a, ia berkata bahwa Rasullah saw bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturahmi. [Mutafaq ‘alaih]

Ali r.a meriwayatkan dalam sebuah hadist, “Barangsiapa yang mengambil tanggungjawab atas suatu perkara, aku akan menjamin baginya empat perkara. Barangsiapa bersilaturahmi, umurnya akan dipanjangkan, kawan-kawannya akan cinta kepadanya, rezekinya akan dipalangkan, dan ia aman masuk ke dalam surga. (Kanzul ‘Ummal).

Al-Qurthubi mengatakan, “Seluruh agama sepakat bahwa menyambung silaturahmi wajib dan memutuskannya diharamkan“. Ibnu Abidin al-Hanafi mengatakan;”Menyambung silaturahmi wajib meskipun hanya dengan mengucapkan salam, memberi hadiah, memberi pertolongan, duduk bareng, ngobrol, bersikap ramah dan berbuat baik. Kalau seseorang yang hendak disilaturahmi berada di lain tempat cukup dengan berkirim surat, namun lebih afdol kalau ia bisa berkunjung ke tempat tinggalnya”.

Orang yang menyambung silaturahmi akan mendapat balasan di dunia berupa: kedekatan kepada Allah, rezekinya diluaskan, umurnya dipanjangkan, rumahnya dimakmurkan, tercegah dari mati dengan cara tidak baik, dicintai Allah dan dicintai keluarganya.

Yang lebih penting dari itu semua, di akhirat kelak, ia akan mendapat balasan surga dari Allah SWT: Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan akan ke surga”. Rasulullah menjawab; “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi“. (HR. Bukhari).

Dan yang terakhir, Rasulullah pernah berkata pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq r.a bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya. Pertama, barangsiapa yang dizalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliannya akan bertambah. Kedua, barangsiapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka, hartanya akan berkurang. Ketiga, barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturahmi, maka hartanya kan bertambah.

Adab Mulia Menasehati Saudara Kita

Nasehat menasehati menuju kebenaran harus digalakkan, bagi yang dinasehati seharusnya ia berterima kasih kepada orang yang telah menunjukkan kekurangan dan kesalahannya, hanya saja hal ini jarang terjadi, pada umumnya manusia tidak suka disalahkan apalagi kalau teguran itu disampaikan kepadanya dengan cara yang tidak baik.

Seorang pemberi nasehat haruslah mengetahui metode yang baik agar nasehatnya dapat diterima oleh orang lain. Diantara metode nasehat yang baik adalah memberi nasehat kepada orang lain secara rahasia tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam kesempatan ini akan kami nukilkan penjelasan para ulama tentang adab yang satu ini. Imam Ibnu Hibban (wafat tahun 534 H) berkata, Nasehat itu merupakan kewajiban manusia semuanya, sebagaimana telah kami sebutkan sebelum ini, tetapi dalam teknik penyampaiannya haruslah dengan cara rahasia, tidak boleh tidak, karena barangsiapa yang menasehati saudaranya dihadapan orang lain maka berarti dia telah mencelanya, dan barangsiapa yang menasehatinya secara rahasia maka dia telah memperbaikinya. Sesungguhnya menyampaikan dengan penuh perhatian kepada saudaranya sesama muslim adalah kritik yang membangun, lebih besar kemungkinannya untuk diterima dibandingkan menyampaikan dengan maksud mencelanya.

Kemudian Imam Ibnu Hibban menyebutkan dengan sanadnya sampai kepada Sufyan, ia berkata, Saya berkata kepada Mis”ar, ”Apakah engkau suka apabila ada orang lain memberitahumu tentang kekurangan-kekuranganmu?” Maka ia berkata, ”Apabila yang datang adalah orang yang memberitahukan kekurangan-kekuranganku dengan cara menjelek-jelekkanku maka saya tidak senang, tapi apabila yang datang kepadaku adalah seorang pemberi nasehat maka saya senang”.

Kemudian Imam Ibnu Hibban berkata bahwa Muhammad bin Said al Qazzaz telah memberitahukan kepada kami, Muhammad bin Mansur telah menceritakan kepada kami, Ali ibnul Madini telah menceritakan kepadaku, dari Sufyan ia berkata, Talhah datang menemui Abdul Jabbar bin Wail, dan di situ banyak terdapat orang, maka ia berbicara dengan Abdul Jabbar menyampaikan sesuatu dengan rahasia, kemudian setelah itu beliau pergi. Maka Abdul Jabbar bin Wail berkata, ”Apakah kalian tahu apa yang ia katakan tadi kepadaku?” Ia berkata, ”Saya melihatmu ketika engkau sendang shalat kemarin sempat melirik ke arah lain”.

Imam Ibnu Hibban berkata, Nasehat apabila dilaksanakan seperti apa yang telah kami sebutkan akan melanggengkan kasih sayang, dan menyebabkan terealisasinya ukhuwah.

Imam Ibnu Hazm (wafat tahun 456H) berkata, Maka wajib atas seseorang untuk selalu memberi nasehat, baik yang diberi nasehat itu suka ataupun benci, tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasehat maka nasehatilah secara rahasia, jangan dihadapan orang lain, dan cukup dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara langsung, kecuali apabila orang yang dinasehati tidak memahami isyaratmu maka harus secara terus terang. Janganlah engkau menasehati orang lain dengan syarat nasehatmu harus diterima. Apabila engkau melampaui adab-adab tadi maka engkau yang dzalim bukan pemberi nasehat, dan gila ketaatan serta gila kekuasaan bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukuwah. Ini (-yakni memberi nasehat dengan syarat harus diterima-) bukanlah termasuk hukum akal dan hukum persahabatan melainkan hukum rimba, bagaikan seorang penguasa dengan rakyatnya dan tuan dengan hamba sahayanya.

Imam Ibnu Rajab (wafat tahun 795H) berkata, Al Fudhail (wafat tahun 187H) berkata, ”Seorang mukmin menutup (aib saudaranya) dan menasehatinya sedangkan seorang fajir (pelaku maksiat) membocorkan (aib saudaranya) dan memburuk-burukkannya”.

Apa yang disebutkan oleh al Fudhail ini merupakan ciri antara nasehat dan memburuk-burukkan, yaitu bahwa nasehat itu dengan cara rahasia sedangkan menjelek-jelekkan itu ditandai dengan penyiaran. Sebagaimana dikatakan, ”Barangsiapa mengingatkan saudaranya ditengah-tengah orang banyak maka ia telah menjelek-jelekkannya.

Dan orang-orang salaf membenci amar ma”ruf nahi mungkar secara terang-terangan, mereka suka kalau dilakukan secara rahasia antara yang menasehati dengan yang dinasehati, ini merupakan ciri nasehat yang murni dan ikhlash, karena si penasehat tidak mempunyai tujuan untuk menyebarkan aib-aib orang yang dinasehatinya, ia hanya mempunyai tujuan menghilangkan kesalahan yang dilakukannya.

Sedangkan menyebarluaskan dan menampakkan aib-aib orang lain maka hal tersebut yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta”ala berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang keji itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Alleh mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.” (An Nur : 19).

Dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan menutup aib seorang muslim tidak terhitung banyaknya.

Imam Syafi”i (wafat tahun 204H) berkata dalam syairnya:
Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasehat ketika aku sendirian
Hindarilah memberi nasehat kepadaku ditengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasehat dihadapan banyak orang sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapanku maka janganlah engkau kaget apabila nasehatmu tidak ditaati.


Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata, Perlu diketahui bahwa nasehat itu adalah pembicaraan yang dilakukan secara rahasia antaramu dengannya, karena apabila engkau menasehatinya secara rahasia dengan empat mata maka sangat membekas pada dirinya, dan dia tahu bahwa engkau pemberi nasehat, tetapi apabila engkau bicarakan dia dihadapan orang banyak maka besar kemungkinan bangkit kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa dengan tidak menerima nasehat, dan mungkin pula ia menyangka bahwa engkau hanya ingin balas dendam dan mendeskreditkannya serta untuk menjatuhkan kedudukannya di mata manusia, sehingga ia tidak menerima isi nasehat tersebut, tetapi apabila dilakukan secara rahasia antara kamu dan dia berdua maka nasehatmu itu amat berarti bagi dia, dan dia akan menerimanya darimu.

Kapan dibolehkan memberi nasehat dihadapan orang lain?

Walaupun demikian ada beberapa perkecualian yang membolehkan atau mengharuskan seseorang untuk menasehati orang lain di depan banyak orang.

Salah seorang Imam Masjid di kota Khobar Saudi Arabia dalam salah satu khutbah Jum”ahnya mengatakan, Umat Islam, mereka itu memiliki kehormatan dan harga diri, oleh karena tiu haruslah kita menjaga hak-hak dan kehormatan mereka, haruslah kita memelihara perasaan mereka, tetapi kadang-kadang sesuatu nasehat yang akan engkau sampaikan kepada orang lain apabila engkau tunda, maka akan terlambat, maka harus sekarang juga engkau menasehatinya sebelum terlambat. Contohnya sebagaimana terdapat dalam Shahih Muslim. Dari Jabir bahwasanya ia berkata, ”Sulaik al Ghathafani datang (ke masjid) hari Jum”ah dan Rasulullah shallallahu ”alaihi wasallam sedang duduk di atas mimbar, maka Sulaik langsung duduk tanpa shalat terlebih dahulu, maka Rasulullah shallallahu ”alaihi wasallam bertanya kepadanya, ”Apakah engaku telah melaksanakan sholat dua rakaat?” Ia berkata, ”Belum” Maka beliau shallallahu ”alaihi wasallam memerintahkan kepadanya, ”Bangunlah dan shalatlah dua rakaat”.”

Ini bukannya sedang memburuk-burukkan atau menyiarkan kesalahan orang tersebut, karena saat itu adalah waktu yang tepat untuk menasehatinya, apabila dibiarkan maka akan terlewatkan, karena Rasulullah shallallahu ”alaihi wasallam memerintahkan setiap muslim yang masuk ke dalam masjid agar shalat dua rakaat terlebih dahulu sebelum ia duduk, perintah tersebut mengharuskan untuk dilaksanakan padaa saat itu juga tidak bisa ditunda sampai selesai shalat Jum”ah.

Akan tetapi apabila memungkinkan bagimu untuk menunda nasehat sampai selesainya majelis lalu engkau menasiehati sesreorang dihadapan orang lain di majelis tersebut maka hal ini tidak benar.

Sangat disayangkan sekali ketika kita mendengar tentang orang-orang yang termasuk memiliki kesungguhan dalam mencari dan menerima kebenaran, akan tetapi mereka berpecah belah, masing-masing di antara mereka memiliki nama dan sifat tertentu. Fenomena seperti ini sesungghunya tidak benar, dan sesungguhnya dien Allah itu satu dan ummat Islam adalah ummat yang satu, Allah berfirman: “Sesunggunya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Rab kalian maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al Mu-minun: 52)

Dan Allah Ta”ala berfirman kepada nabi-Nya shallallahu ”alaihi wasallam:
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Al An”am : 159)

Dan Allah Ta”ala berfirman, “Dia telah mensyaratkan bagi kalian tentang dien yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah dien dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya.” (Asy Syura: 13).

Apabila hal ini merupakan bimbingan Allah kepada kita maka seharusnya kita praktekkan bimbingan ini, kita berkumpul untuk mengadakan suatu pembahasan, saling berdiskusi dalam rangka ishlah (perbaikan) bukan untuk mendeskreditkan atau membalas dendam, karena sesungguhnya siapa saja yang membantah orang lain atau adu argumentasi dengan maksud mempertahankan pendapatnya atau untuk menghinakan pendapat orang lain dan bermaksud untuk mencela bukan untuk ishlah maka hasilnya tidak di ridhai oleh Allah dan rasul-Nya, pada umumnya demikian.

Kewajiban kita adalah untuk menjadi umat yang satu, kita tidak mengatakan bahwa setiap manusia tidak memiliki kesalahan, bahkan manusia itu memiliki kesalahan disamping memiliki kebenaran. Hanya saja pembicaraan kita sekarang ini mengenai cara memperbaiki kesalahan, maka bukan cara yang benar untuk memperbaiki kesalahan apabila kita menyebutkannya dibelakang orang tersebut sambil menjelek-jelekkannya, akan tetapi cara yang benar untuk memperbaikinya adalah berkumpul dengannya dan mendiskusikannnya, apabila terbukti setelah itu bahwa orang tersebut tetap mempertahankan kebatilannya maka saat itu kita memiliki alasan bahkan wajib atas kita untuk menjelaskan kesalahannya, dan memperingatkan manusia dari kesalahan orang tersebut, dengan demikian urusan-urusan menjadi baik.

Sedangkan perpecahan dan bergolong-golongan maka sesungguhnya yang demikian tidak disukai oleh siapapun, kecuali oleh musuh-musuh Islam dan musuh kaum muslimin.